Work-Life Balance

8:16 PM


Kemarin, hari yang sungguh melelahkan. Kaki kiri seperti ada bagian otot yang tertarik, leher dan bahu kiri seperti tidak pada tempatnya, tubuh serasa lunglai nyaris rontok. Kepala berat, sesekali ada rasa nyeri jika mendadak jongkok atau menunduk. Kalau bisa dipreteli ganti spare part, mungkin bengkel sudah jadi tempat daftar kunjungan saya hari ini. Haha. Semua karena menemani Keysha yang mgnikuti acara piknik dari sekolahannya. Ia sendiri diajak bobo pun masih semangat 45 menceritakan pengalaman-pengalamannya bertemu berbagai macam hewan di kebun binatang dan jenis-jenis pesawat yang ia lihat di museum Dirgantara. Huff, demi kamu, nak...

Namun ada satu hal yang menarik bagi saya untuk saya tulis di sini. Salah seorang teman Keysha, yang kebetulan duduk sederet di dalam bis, tidak didampingi orang tuanya tapi didampingi seorang lansia yang menurut saya adalah pengasuhnya. Saya tahu eyangnya tidaklah setua sang pengasuh. Dan jika dilihat dari cara mereka berkomunikasi yang sekenanya, tentu bukanlah simbahnya sendiri. Saya jadi ingat malam sebelum berangkat, adik ipar saya tiba-tiba malah curhat pada suami saya, "Enak ya dede piknik ditemeni mamanya, aku dulu mung ditemeni mbak Mur (pengasuhnya). Aku iri karo dede..." Kira-kira seperti itulah kalimatnya. Suami saya pun menimpali, "aku yo podo(sama), dulu ya cuma ditemenin sama pengasuh, makanya ga deket sama orang tua". Ada rasa miris dalam hati saya. Apalagi ketika saya melihat sendiri si Jovan, teman Keysha itu, lebih banyak bengong selama perjalanan, sementara simbah ini tertidur dengan begitu lelahnya. Sementara Keysha bisa bermanja ria, minta dipeluk, dipangku dan bercerita sesukanya. Bahkan ia sempat tertidur pulas di pelukan saya selama perjalanan pulang. Dan ketika di rumah, saya bercerita soal Jovan ini ke suami saya, ia hanya bilang, "seperti itulah aku dulu..."

Ibu saya, murni seorang ibu rumah tangga. Ia mengerjakan semua hal di dalam rumah dengan sempurna. Mengasuh kami semua, 4 anaknya dengan tangannya sendiri, tanpa bantuan baby sitter atau keluarga. Mengerjakan semua urusan rumah tanpa pembantu. Pernah beberapa tahun dibantu oleh seorang yang menumpang tinggal di rumah kami selama beberapa tahun, tapi sekarang tidak lagi.  Bapak saya seorang kepala sekolah negeri. Yang tentu saja jam kerjanya sesuai jam sekolah anak-anak. Jadi saya, dan adik-adik saya tidak pernah merasa harus mencari orang tua kami di saat kami butuh. Mereka selalu ada bagi kami.

Berbeda dengan suami saya, yang sedari kecil diasuh oleh orang lain, sementara orang tua pagi-pagi sudah tidak di rumah. Dan kembali sudah sore hari dengan waktu terbatas. Semua bekerja, semua sibuk. Bahkan adik ipar saya pernah bercerita, jika pagi tiba, terkadang hanya menemukan selembar uang jajan di meja yang ditinggalkan sang Bapak, sementara Bapak sudah berangkat.

Namun dari segi ekonomi memang jelas berbeda. Keluarga kami memiliki cukup waktu untuk bersama, namun tidak pernah berlebih. Semua cukup. Saya dan adik saya bisa menyelesaikan kuliah berkat beasiswa. Bapak dan ibu saya aktif untuk kegiatan-kegiatan rohani, kegiatan sosial di sekitar lingkungan kami. Sementara keluarga mertua saya kebalikannya. Ekonomi mereka lebih dari cukup, tapi untuk lain-lainnya mereka hanya sesekali menyempatkan waktu untuk itu. Bahkan ke gereja saja terkadang bolong-bolong.

Sekarang banyak sekali di media-media yang mengembar-gemborkan tentang fulltime mom, dan partime mom (saya ga tau apakah ini padanan yang tepat jika menggunakan istilah pekerjaan). Bahkan terkadang pendapat semakin diperuncing dengan opini yang merasa bahwa peran seorang ibu harusnya begini, bukan begitu, harus ASI X, harus di rumah sama anak dan lain-lain yang membuat sesama ibu aja terkadang jadi saling menjatuhkan, saling mencemooh, seolah sudah menjadi ibu paling hebat sedunia. Entahlahh...

Namun pendapat pribadi saya, seorang ibu yang sempurna adalah ibu yang memberikan yang terbaik dari apa yang bisa ia berikan. Walau mungkin pilihan itu adalah di antara yang terburuk. Kita tidak bisa menghakimi pilihan orang lain. Menjadi ibu bekerja tidaklah mudah, demikian juga menjadi ibu yang full berada di rumah. Selalu ada dua sisi yang bisa dilihat. Dan saya sedang berusaha menjadikan keduanya balance. Saya ingin tetap bekerja, karena memang jika saya tidak bekerja keadaan ekonomi kami masih kurang mencukupi. Ditambah lagi saya masih harus membiayai sekolah adik-adik saya, yang tentu menjadi tanggung jawab saya setelah Bapak tiada. Di sisi lain, saya ingin selalu punya waktu untuk anak saya. Mungkin saya memang dibantu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga saya, juga untuk urusan mengurus Keysha. Namun setidaknya, kapanpun Keysha butuh kasih sayang ibu, saya ingin selalu hadir tanpa ia harus merengek-rengek penuh kesedihan.

Dan disinilah saya, dengan doa penuh syukur karena diperbolehkan untuk memilih jalan ini. Hari ini surat kontrak dari perusahaan yang mau memperkerjakan saya secara remote sudah hadir. Saya berharap penuh, semoga ini menjadi kelanjutan yang baik. Tidak ada lagi dilema memilih anak dan pekerjaan, karena saya berusaha bisa memenuhi keduanya. Tidak ada lagi dilema tidak punya waktu untuk kegiatan rohani karena kesibukan pekerjaan, karena saya sudah bisa mengatur waktu untuk keduanya. Semoga...

You Might Also Like

0 comments

Subscribe