The Meaning of Life
1:07 AMBeberapa saat lalu, saya pernah berkunjung ke salah satu blog teman baik saya. Ia seorang perawat, dan saat ini menjadi seorang kepala ruang ICU di salah satu rumah sakit kota kelahiran saya. Kami berteman baik sejak SMP. Semasa SMP ia terkenal sebagai anak yang berprestasi baik dari pelajaran maupun olahraga. Ia juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi namun tetap rendah hati. Seharusnya ia bisa berkarya di bidang lain andai ekonomi keluarganya cukup baik. Namun bukan kebetulan Tuhan menuntunnya menjalani profesinya saat ini.
Tentu saja karena ia seorang perawat, ia banyak bercerita tentang profesinya. Setiap keluh kesahnya, suka duka menjadi perawat, pengalaman hidupnya, ia tuangkan di sana. Saya sempat kagum ketika ia menceritakan salah satu hal terberat menjadi seorang perawat adalah ketika menemani seorang pasien yang akan menemui ajal. Antara sedih tapi harus menguatkan, menemani tapi juga sadar bahwa si pasien merasa sendiri dan ketakutan, menghadapi misteri setelah ajal. Tak pernah terpikir bagi saya sendiri berada di posisi itu. Apalagi jika pasien tersebut bukanlah orang yang siap akan kematian. Tentu situasinya akan semakin membingungkan. Dan saya salut ia bisa bersikap bijak dan dewasa di saat-saat seperti itu. Jika bukan karena cintanya pada profesinya, tentu akan lain ceritanya.
Dari situ saya mulai berpikir akan profesi saya sendiri saat ini. Seorang perawat, dokter, atau mereka yang berkarya di bidang kesehatan seperti itu, bisa bekerja sekaligus membantu hidup orang lain. Betapapun mereka dibayar untuk itu, tentu saja bantuan mereka tak terukur dengan uang. Seperti memupuk pahala kata tetangga sebelah. Sementara saya, yang berprofesi sebagai programmer, yang hanya berkutat dengan laptop, dan bahasa yang dibuat sebaik mungkin dimengerti oleh komputer, rasanya tidaklah berarti dibanding dengan profesi perawat ini. Saya hanya berinteraksi dengan laptop, membantu klien yang tentu saja karena membayar saya. Tapi tidak pernah dari mereka yang ketika program tidak saya kerjakan sebaik mungkin, maka mereka akan berada di antara hidup dan mati. Resiko yang saya perjuangkan tidaklah seberat resiko para perawat tersebut. Jadi apakah hidup saya sekarang sudah cukup berarti? Pertanyaan itu hadir di benak saya.
Hingga kemarin, sebuah peristiwa menyadarkan saya. Saya stuck di suatu bagian hingga lebih dari 5 jam. Dan saya bingung setengah mati, karena mau bertanya di forum pun, saya sendiri tidak tahu persis masalahnya di mana. Browsing pun saya bingung kata kuncinya. Saya benar-benar bingung kemarin. Ditambah lagi pekerjaan itu harus segera selesai. Hingga saya ingat suatu hal, bahwa karma itu ada. Saya lalu masuk ke beberapa forum pemrograman. Memilih beberapa topik yang sekiranya bisa saya bantu sesuai bidang keahlian saya. Hampir 1 jam saya ikut ngutak-atik sesuatu yang menjadi masalah orang-orang tersebut. Nyaris saya merasa konyol sendiri, saya sendiri masih punya masalah yang harus saya selesaikan, malah ndadak ikut bantuin orang lain. Namun keajaiban itu terjadi. Ketika saya sudah berhasil membantu salah seorang di antaranya dan kembali ke coding saya sendiri, oprek-oprek sedikit, eh masalah saya tuntas dalam sekejap. Saya jadi berpikir, mungkin memang profesi saya tidaklah se-wah para pekerja di bidang kesehatan itu, tapi bukan berarti saya tidak bisa berarti untuk orang lain. Dan bonusnya lagi, malah dengan demikian masalah saya ikut terselesaikan. Karena karma itu juga mungkin. So, sepertinya saya harus sering-sering keliling lagi di forum. :D
Dan ya, setiap hari ada keajaiban kecil dalam hidup saya. Trima kasih, Tuhan.
Dan ya, setiap hari ada keajaiban kecil dalam hidup saya. Trima kasih, Tuhan.
0 comments