Hari ini, halaman home facebook saya dipenuhi dengan berbagai opini tentang demo para sopir taksi. Dan ya, beberapa hal yang serius tetap ada sisi jenakanya. Opini diaduk berbalik menjadi bumerang para pendemo. Ah tapi saya bukan pada kapasitasnya bicara begituan, saya mah apa atuh? Bukan sopir taksi juga, takutnya malah salah sudut pandang. :D

Tapi hari ini--mungkin rada ga nyambung sama topik di atas--saking intensnya melototin beranda facebook saya, ada satu status dari teman saya yang cukup mengejutkan. Ia menulis tentang kerinduannya pada putrinya, berusia sekitar 4 tahun lebih, yang katanya sudah 10 hari tidak bertemu ataupun berkomunikasi. Kebetulan putrinya usianya tidak berbeda jauh dengan putri saya. Ia menikah beberapa bulan lebih dulu daripada saya dan melahirkan pun selang tidak beberapa lama dari saya. Jadi saya tahu persis rasanya jika tidak bisa bersama buah hati dengan waktu selama itu. Yang jadi pertanyaan adalah, di mana putrinya? Ia mencantumkan nomor hp yang bisa dihubungi sekiranya melihat putrinya di luar sana. Saya mulai deg-degan membaca tulisan tersebut. Spontan yang ada di kepala saya adalah putrinya diculik. Mirip cerita tetangga beberapa waktu lalu yang nyaris kehilangan anaknya karena dibawa seorang pria tak dikenal.

Namun setelah mengintip halaman facebooknya--tidak bermaksud mengintip hanya saja beberapa temannya yang bertanya anaknya kenapa tapi tidak mendapatkan jawaban--saya bisa mengambil beberapa kesimpulan yang mungkin belum tentu benar sih, tapi setidaknya mungkin bisa menjadi jawaban. Bahwa ternyata sang putri dibawa oleh suaminya. Mengintip lagi ke status marriednya, di sana tidak ada lagi nama suaminya, yang saya tahu persis sebelumnya nama sang suami ada di sana. Ditambah lagi ada status lain yang berbunyi, bahwa ia tidak pernah menelantarkan anaknya. Well, cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa ini masalah rumah tangga. Setidaknya sang putri masih bisa ditemukan.

Teman saya ini, setahu saya memang seorang yang aktivitasnya cukup banyak. Terlihat dari foto-foto yang sering ia pajang. Ia bekerja di salah satu perusahaan ternama, punya usaha sampingan, anak sudah dua, tapi sering update foto sedang nongkrong bersama teman-teman arisan dan saya rasa teman seprofesinya dulu, perlu dicatat ia dulu juga seorang model yang juga pernah memenangkan ajang putri-putrian di kota kelahirannya. Mungkin seabrek kegiatannya inilah yang membuatnya kurang memiliki waktu untuk kedua anaknya.

Berkaca ke diri saya sendiri, sebelumnya saya bekerja di salah satu perusahaan di kantor dengan waktu kerja dari jam 8 - 5 sore. Sepulang kerja biasanya saya belanja keperluan untuk masak esok hari jadi bisa tiba di rumah mertua saya paling cepat jam 6 sore untuk menjemput putri saya. Dan ini membuat kami sekeluarga baru bisa tiba di rumah kami sekitar jam 7 malam. Jam 9 malam putri saya biasanya sudah terlelap. Jadi waktu bersih saya bisa bersama putri saya hanya sekitar 2-3 jam perhari, selama 5 hari kerja. Saya baru bisa memiliki waktu penuh di Sabtu dan Minggu. Dan itupun saya masih merasa sangat kurang. Jadi tidak terbayangkan oleh saya, bagaimana membagi waktu lagi untuk nongkrong dengan teman-teman saya seperti saat masih muda (cie berasa tua). Sesekali mungkin boleh lah.

Dan ya, kembali ke masalah teman saya ini, mungkin sang suami sudah pada puncak kesabarannya. Dan bukan bermaksud mempergunjingkan, tapi saya pikir hal ini cukup untuk menjadi pembelajaran bagi kita semua. Saya berharap penuh bahwa keluarga teman saya ini bisa rukun kembali dan menemukan solusi terbaiknya. Namun bagi saya ini menjadi pengingat bagi saya sendiri sebagai seorang ibu, untuk bisa memberi yang terbaik bagi putri saya, terutama hal yang paling berharga, yaitu waktu. Tak dapat dibeli, tak dapat ditukar dengan apapun, tak dapat diulang, sekali seumur hidup, untuk orang yang kita kasihi.